Description:
Pandemi COVID-19 telah meningkatkan terapi antibiotik empirik . Terapi empirik dipilih untuk
mengatasi koinfeksi bakteri pada pasien COVID-19. Peningkatan kuantitas penggunaan antibiotik
akan meningkatkan resistensi dan biaya jika tidak dilakukan upaya pengendalian. Salah satu upaya
pengendalian penggunaan antibiotik adalah melakukan evaluasi kuantitas dan besaran biaya penggunaan
antibiotik pada periode waktu tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kuantitas
dan biaya penggunaan antibiotik intravena sebelum dan selama pandemi. Penelitian ini merupakan
penelitian repeated cross sectional (RCS). Pengambilan data kuantitas dan biaya penggunaan antibiotik
intravena dilakukan secara retrospektif pada periode sebelum COVID 19 (Maret 2018-Februari 2020)
dan periode selama pandemi COVID-19 (Maret 2020-Februari 2022) pada pasien dewasa di bangsal
rawat inap dan intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Kuantitas penggunaan antibiotik intravena
ditampilkan dalam bentuk defined daily doses per 100 hari rawat inap (DDD/100) dan drugs utilization
90% (DU90%). Hasil penelitian menunjukkan terdapat perubahan nilai DDD/100 pada periode sebelum
dan selama pandemi COVID-19 di seluruh bangsal (28,79-42,23; p-value = 0,001), bangsal rawat inap
(22,27-30,22 ; p-value = 0,001), dan bangsal rawat intensif (6,52-11,91 ; p-value = 0,001). Seftriakson,
levofloksasin, seftazidime, meropenem dan metronidazol adalah antibiotik yang selalu masuk pada
kategori DU90% di setiap periode dan di setiap bangsal. Biaya penggunaan antibiotik mengalami
peningkatan selama masa pandemi (Rp. 6.058.750.700-9.117.439.600). Dapat disimpulkan bahwa
terjadi peningkatan penggunaan dan total biaya antibiotik saat pandemi COVID-19. Antibiotik yang
paling banyak digunakan adalah antibiotik dengan spektrum luas
URL:
http://103.158.96.210:88/web_repository/uploads/39961-210424-1-PB.pdf
Type:
Journal
Document:
Diploma III Farmasi
Date:
23-06-2024
Author:
Ilman Silanas